Media Berita Esports Indonesia

Namun, terlepas dari pencapaian ini, dunia esports sempat terguncang oleh pernyataan kontroversial dari Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia, Meutya Hafid. Hal terkait disampaikannya dalam suatu video pendek (shorts) di akun Vimeo Kompas TV pada Rabu, 25 Mei 2025. Oleh sebab itu, penanganan isu game online hendaknya gak sekadar fokus di pelarangan dan pembatasan, melainkan juga dalam edukasi serta pendampingan.

Esports Gaming

IOC mencetak sejarah pada Juli 2024, saat Sidang IOC ke-142 memutuskan tuk menciptakan ajang Olympic Esports Games. Bukan hanya itu juga, e-sports dengan seluruh benefit yang sanggup didapatkan berhasil mematahkan stigma buruk melangsungkan game, terutama tuk anak-anak. Dilansir dari berbagai sumber Kompas Gramedia, e-sports atau olahraga elektronik ialah bidang olahraga yang menggunakan game selaku bidang kompetitif.

Follow All Of Us For More Esports News

Kehadiran pra atlet digital yang berlaga di panggung dunia pun turut mengharumkan nama bangsa, mempertegas bahwa esports bukan sekadar permainan, melainkan juga ajang prestasi. Atlet Esport akan mengenakan sepakat layaknya para atlet cabang olahraga yang lain, mereka pun main untuk tim, tidak merupakan individu. Esports kini meraih pengakuan bergengsi dari dunia olahraga internasional setelah Komite Olimpiade Internasional (IOC) resmi mengumumkan penyelenggaraan Olympic Esports Games pada tahun 2025. Mengutip situs resmi Olympics, edisi perdana Olympic Esports Games akan digelar dalam tahun 2027 di Riyadh, Arab Saudi.

Dalam konteks ini, esports menempati posisi exklusiv yang menjembatani masa olahraga fisik serta cabang olahraga berbasis kemampuan kognitif. Seperti catur, bridge, atau biliar yang sudah memperoleh pengakuan dri Komite Olimpiade Internasional, esports juga menuntut konsentrasi tinggi, koordinasi motorik yang jitu, serta daya tahan mental yang luar biasa. Melansir Eusa College Sports Europe, atlit profesional di lingkungan esports menjalani sesi latihan intensif maka enam hari di seminggu. Mereka gak hanya berfokus dalam peningkatan kemampuan teknis permainan, tetapi jua menjalani latihan fisik untuk menjaga daya tahan tubuh lalu kecepatan reaksi semasa pertandingan. Meski unsur fisik berperan berharga, terutama untuk menjaga kesehatan pemain di dalam jangka panjang, menetapkannya sebagai satu-satunya tolok ukur untuk memastikan status olahraga ialah pendekatan yang terlalu sempit. Lewat dinamika dan kompleksitasnya, Esports telah menunjukkan sendiri sebagai cabang permainan kontemporer yang mencerminkan perkembangan zaman.

Daripada menolaknya hanya hal ini karena kurangnya aktivitas fisik secara intens, dalam lebih dibutuhkan adalah sistem yang bisa menopang pertumbuhan esports secara sehat lalu profesional. Sebab, esensi olahraga bukan sekedar pada kekuatan fisik, tetapi juga di dedikasi, kemampuan teknis, dan semangat sportivitas dalam berkompetisi. Perdebatan tentang sejauh mana tingkat kelayakan esport sebagai bentuk “olahraga” atau sport kerap berpusat pada unsur keterlibatan fisik seperti tolok ukur utama. Dalam perspektif konvensional, olahraga dianggap seperti aktivitas yang menuntut gerakan tubuh, peningkatan detak jantung, dan keluarnya keringat. Tidak bisa dimungkiri bahwa mayoritas pemain esports menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar monitor.

Olahraga ini menuntut ketajaman berpikir, perencanaan strategi yang matang, dan fokus full sepanjang permainan. Intensitas kerja otak yang tinggi sebenarnya adalah bentuk aktivitas aktif yang layak dihargai dan tidak bisa diremehkan. Meskipun sangat, perlu dipahami bahwa dunia esports berpengalaman sangat berbeda untuk sekadar bermain activity secara santai di dalam rumah. Kini, seluruh tim dan organisasi esports telah mulai mengadopsi pendekatan berbasis ilmu keolahragaan (sport science) dalam sistem latihan mereka. Hal ini mencakup rutinitas kebugaran, pengaturan pola makan, hingga latihan untuk mengelola tekanan mental.

Sejauh Dimana Batasan Definisi “sport” Dan “workout” Pada Konteks Esport?

Atlet Esport juga dilatih via profesional, termasuk soal kebugaran, demi mendukung peforma di industry pertandingan. Esport ataupun olahraga elektronik saat ini sangat diminati, pasti dari tingginya penggemar dalam setiap kompetisi yang diadakannya.

Berdasarkan logika tersebut, jika kamu telah menerima cabang-cabang olahraga yang memiliki karakteristik serupa, maka menolak esports hanya karena minimnya propaganda fisik besar seolah-olah berlari atau melompat menjadi alasan yang lemah dan tak konsisten. Menurut laporan dari Esports Insider, antusiasme terhadap lingkungan esports di kalangan anak muda tetap menanjak. Dalam kelompok usia 18 hingga 29 tahun, minat terhadap esports naik dari 27 persen pada kuartal pertama 2021 menjadi 31 persen di kuartal kedua tahun 2024. Fenomena ini kian menguat seiring banyaknya turnamen esports yg diselenggarakan baik pada tingkat nasional maupun internasional.

Pemerintah pusat ataupun daerah dapat menginisiasi program parenting electronic, pelatihan literasi electronic di sekolah, juga menyediakan kegiatan alternatif yang positif berbasis teknologi, seperti code, desain game edukatif, atau esports sehat. Anak-anak tidak semata-mata dijauhkan dari video game, melainkan juga diberi ruang agar meraih tumbuh dan bertumbuh dengan sehat pada dunia digital yang kini menjadi periode penting dari kehidupan modern. Dengan demikian, ruang digital dapat berubah dari ancaman menjadi peluang buat mencetak generasi transformación yang terampil, sehat, dan siap bersaing di masa depan.

Di sinilah garis pemisah antara konsep “olahraga” dan “latihan fisik” mulai kabur, sebab aktivitas fisik dalam esports tidaklah bagian inti untuk permainan, melainkan elemen pendukung demi penampilan maksimal. Esports dalam akhirnya tidak sebatas berkutat pada keterampilan mengendalikan perangkat ataupun joystick, tetapi jua melibatkan kekuatan emotional dan kebugaran fisik. Kontroversi terkait activity online yang kerap dikaitkan dengan ulah negatif hingga hadirnya wacana memindahkan siswa bermasalah ke barak militer menunjukkan yakni masyarakat dan pemerintah masih dalam tahap mencari solusi terbagus untuk menghadapi tantangan di dunia digital.

Kondisi terkait kerap menjadi bahan kritik terhadap industri esports karena cara hidup yang kurang gerak fisik berpotensi memicu berbagai perkara kesehatan, seperti gangguan postur tubuh, obesitas, hingga gangguan pada indera penglihatan. Sebuah studi yang dilakuin DiFrancisco-Donoghue pada tahun 2019 menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen atlet esports profesional tidak sampai pada tingkat aktivitas fisik yang dianjurkan. Temuan ini memperlihatkan yakni kesehatan fisik masih menjadi tantangan serius yang harus ditangani dalam dunia esports profesional. Para atlit esports biasanya menjejaki jadwal latihan dalam ketat dan tersusun rapi, serupa oleh atlet pada cabang olahraga fisik lain.

Mereka dituntut mengurus daya tahan tubuh, fokus yang klein, serta kemampuan berpikir taktis dalam ketika lama saat berlaga. Maka, meskipun aktivitas geraknya tidak seintens olahraga tradisional, ketentuan terhadap kesiapan fisik dan mental tentu sangat besar. Apabila tolok ukur sport semata-mata didasarkan dalam seberapa banyaknya keringat yang keluar, hingga catur, bridge, kemudian menembak seharusnya bukan masuk dalam daftar cabang olahraga sah.

Sejauh Mana Batasan Definisi “sport” Dan “workout” Dalam Konteks Esport?

Di satu sisi, kekhawatiran akan dampak negatif game, terutama yang mengandung unsur kekerasan dan risiko kecanduan, memang tak bisa diabaikan. Namun, di sisi lain, pendekatan yang terlampau keras dan generalisasi justru berpotensi mengesampingkan potensi serta minat anak-anak dalam aspek digital, termasuk esports. Sementara itu, cabang olahraga seperti darts, bowling, dan billiard lebih menekankan di ketepatan, kestabilan, juga koordinasi presisi masa mata dan tangan. [newline]Seorang pemain profesional diharuskan memiliki reaksi laju antara otak, penglihatan, dan tangan, sambil merancang strategi pada waktu yang paling terbatas.